SUARA INDONESIA SURABAYA

Pengalaman Berharga Ikut UKW di Malang Raya, Wartawan Wajib Kompeten

Lukman Hadi - 02 April 2022 | 13:04 - Dibaca 6.18k kali
Artikel Pengalaman Berharga Ikut UKW di Malang Raya, Wartawan Wajib Kompeten
Peserta UKW menjalani materi membangun jejaring.

Oleh: Lukman Hadi - Wartawan suaraindonesia.co.id

MALANG – Apa reaksi Anda sebagai seorang jurnalis kalau ada yang mengatakan “Sepertinya Anda belum kompeten menjadi wartawan” Ungkapan ini terus terngiang dibenak saya mulai awal mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) hingga selesai kegiatan.

UKW sendiri merupakan salah satu cara Dewan Pers untuk mengukur standar profesionalisme seseorang dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.

UKW mempunyai tiga jenjang, muda, madya dan utama. Jenjang muda teruntuk wartawan, madya kategori bagi redaktur, serta paling tinggi kelas utama untuk jenjang pemimpin redaksi (pemred).

Senang rasanya Saya bisa mendapatkan kesempatan mengikuti UKW yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya. Ini merupakan peserta UKW angkatan ke-40 di Jatim. Tes kompetensi berlangsung selama 3 hari, mulai 29 sampai 31 Maret 2022. Tentu Saya tidak sendiri, ada 35 peserta dari berbagai media. Baik itu media online, media cetak, hingga media elektronik.

Saya mengetahui tentang UKW sejak pertama terjun ke dunia jurnalis pada 2020. Informasi Saya dapat melalui rekan serta senior-senior wartawan saat bertemu di lapangan. Hampir setiap hari rekan-rekan jurnalis di lingkungan Saya bertugas mayoritas sudah mengikuti UKW. Dari sana, mereka menyarankan agar Saya mengikuti UKW.

Ada 2 kelas pada UKW kali ini. Saya bersama 32 peserta lainnya mengambil kelas muda, sementara 4 peserta mengikuti kelas madya. Setiap kelas memiliki materi tingkat kesulitan sesuai jenjang pilihan.

Peserta muda lebih diuji materi-materi jurnalistik bersifat fundamental. Mulai materi pemahaman tentang Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, pedoman peliputan terkait pemberitaan anak di bawah umur (PPRA), mencari bahan liputan, menentukan rubrik berita, wawancara tatap muka, wawancara doorstop, menulis berita, hingga membangun jejaring.

Jika dipikirkan semua materi pada UKW tersebut bukan ujian sulit. Sebab, materi yang disodorkan merupakan rutinitas yang dijalankan pada saat peliputan. Tapi, fakta di kelas ujian ternyata berbanding sebaliknya. Sungguh bukan materi mudah untuk kita tuntaskan dengan gampang. Apalagi mengerjakan materi di bawah tekanan waktu dan konsentrasi. Mental dan skill kita benar-benar diuji. Sejak awal gugup dan tidak kuat menghadapi tekanan tinggi bisa ‘tumbang’ seketika.

Sementara Saya mengikuti UKW membawa nama perusahaan media suaraindonesia.co.id Betapa malu dan bersalahnya terhadap pimpinan media jika Saya dinyatakan belum cukup kompeten sehingga tidak lulus ujian sebagai jurnalis. Apalagi penguji kelompok Saya pengurus PWI Jawa Tengah, Isdiyanto Isman. Mungkin saja PWI Malang Raya selaku penyelenggara ‘malu’ andai saja banyak peserta gagal lulus ujian. Terlebih bagi narasumber. Bayangkan saja mereka mendengar Saya gagal lulus UKW. Tentunya, Anda sudah bisa menebak. “Bagaimana bisa Saya diwawancarai seorang jurnalis yang tidak lulus uji kompetensi wartawan?” mungkin pertanyaan itu dikatakan narasumber yang pernah Saya wawancarai.

Peserta muda dibagi menjadi 5 kelompok. Saya tergabung dengan kelompok 1 kelas muda berisikan 6 jurnalis dari media lokal dan regional. 5 peserta, termasuk Saya, berasal dari luar Kota Malang. Sudah tentu peserta lain juga menginginkan kelulusan. Hanya saja, kami tidak saling berkompetitor. Sementara ada 2 orang yang direkomendasi kantor untuk mengikuti UKW. Saya wartawan di Surabaya dan Bahrullah wartawan suaraindonesia.co.id bertugas di Bondowoso.

Pra UKW, Peserta Dibekali Materi

Sebelum menginjak ujian sesungguhnya, peserta diberikan pembekalan pada Pra UKW pada Senin 29 Maret 2022. Sejak pagi sampai sore para peserta mendengarkan seksama pemaparan pemateri. Dari sana, bisa Saya katakan tensi dan tekanan peserta sudah terasa. Maklum saja, materi UKW tidak kita peroleh pada pelatihan-pelatihan jurnalistik yang pernah diikuti.

Meski begitu, sepertinya seluruh peserta sangat antusias mengikuti UKW. Jangan salah, UKW jenjang muda bukan berarti diikuti jurnalis-jurnalis belia. UKW tidak memandang usia, asalkan ada keinginan menjadi wartawan berkompeten. Ya, beberapa peserta di jenjang muda ada yang berusia jauh di atas Saya. Memang bervariasi. Mulai usia 30-an hingga 40-an. Sedangkan wartawan seusia Saya di bawah 30 tahun juga dominan.

Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim, Kapolres Kota Malang, Bhudi Hermanto serta perwakilan instansi turut menghadiri pembukaan Pra UKW. Semua orang berharap dan mendoakan peserta bisa melewati ujian dengan sebaik-baiknya.

Saya masih ingat betul pesan Ketua PWI Jatim kepada peserta UKW waktu itu. Lutfil Hakim memiliki harapan besar terhadap peserta UKW angkatan 40 dapat melaksanakan kerja-kerja jurnalistik secara profesional.

“Samua yang lulus saya harap berkompeten, linier. Bagaimana jurnalisme dikuasai secara kaffah. Pers tidak cukup hanya di kompetensi ini, tapi harus ditambah pengetahuan,” kata Lutfil di depan peserta UKW di Aula Politeknik Negeri Malang, Jawa Timur.

Djoko Tetuko selaku asesor menggambarkan materi UKW yang akan dilakoni peserta selama dua hari. Ia memulai membagi peserta menjadi 5 kelas muda dan 1 kelas madya. Dari situ ia mengingatkan peserta betapa sulitnya mengemban profesi jurnalis secara profesional. Karena fakta di lapangan, masih banyak ditemukan ‘oknum’ wartawan tidak paham koridor serta ‘gagap’ tentang kode etik jurnalistik.

Ada satu perkataan Dewan Kehormatan PWI Jatim itu membuat Saya atau mungkin seluruh peserta ‘kikuk’. “Satu materi nilai tidak mencapai standar, maka tidak bisa mengikuti materi berikutnya dan dianggap tidak lulus,” begitu katanya.

Untuk bisa lulus, peserta harus mendapat nilai minimum 70 setiap materi. Sungguh tidak mudah, bukan? Kalau ada yang bilang itu tidak terlalu sulit, silakan bisa dicoba sendiri. Paling sulit itu karena adanya pressure tinggi dari diri sendiri.

Kemudian, disampaikan juga kepada peserta untuk tidak terlambat masuk kelas ujian. Penguji cukup disiplin terkait waktu. Terlambat sekian menit saja berpengaruh terhadap nilai. Itu masih tolerir, ada juga tipe pemateri menganggap waktu adalah salah satu ujian. Terlambat masuk kelas, tidak lulus!

Ujian Hari Pertama, Sangat Gugup

Akhirnya tiba ujian hari pertama (30/3). Peserta di kelompok Saya tidak ada yang terlambat. Kita tiba di kelas 30 menit sebelum penguji hadir. Pukul 8 pagi ujian dimulai. Rasa tegang dan gugup masih sama. Belum hilang sejak kemarin.

Apalagi sebelum kelas mulai, laptop yang Saya bawa mengalami kendala tidak bisa login. Seketika saya mencari panitia untuk mencari solusi terbaik. Panitia belum memberikan solusi. Laptop panitia digunakan semua. Alhamdulillah, saat kembali ke kelas ternyata laptop sudah kembali normal.

Pastinya, semua materi ujian harus dikerjakan melalui laptop. Tanpa laptop dan flashdisk peserta dianggap tidak memenuhi syarat.

Penguji dari PWI Jawa Tengah, Isdiyanto Isman memberikan sedikit intermezzo. Kami mendengarkan baik kata perkata yang diucapkan. Hingga pada saat ia mengatakan “Nilai di bawah 70 tidak lulus ujian,” pesannya. Seketika peserta kembali dibuat tegang.

Penguji meminta peserta membuka materi pertama pada modul. Soal tentang Peraturan Pers, seperti Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA). Dengan segera peserta mengerjakan soal-soal materi pertama.

Dari 6 peserta di kelas muda 1, tentu terdapat perbedaan-perbedaan. Pada dasarnya semua memiliki kemampuan dan kekurangan masing-masing. Tidak ada yang dominan selama ujian. Misalnya, pada materi pertama, Si A menyelesaikan soal pertama kali. Materi kedua, giliran Si B berhasil menyelesaikan ujian paling dulu. 

Sementara Saya cukup berhati-hati dalam menyelesaikan materi. Meski di satu sisi harus berpacu dengan waktu. Tidak sedikit juga peserta yang bertambah gugup saat penguji mengatakan “Ayo, waktu kurang 5 menit. Cepat selesaikan,”

Suasana kelas pada waktu itu hening. Yang terdengar hanya bunyi ketikan keyboard laptop dan kertas ujian. Peserta fokus menyelesaikan soal-soal. Betapa mengecewakannya kalau tidak lulus di materi pertama.

Saking fokus dan tegang mengerjakan ujian, nasi kotak dan snack yang disiapkan panitia tidak tersentuh sama sekali oleh peserta. Peserta hanya minum air mineral kemasan botol. Maklum saja, beban moral andai tidak lulus. Mau disimpan di mana muka Saya.

Kondisi dan situasi tegang berubah cair dan mengalir seketika akibat sudah mulai terjalin keakraban antara penguji dengan peserta. Di tengah peserta mengerjakan materi, penguji memberikan wawasan jurnalistik dan wejangan seperti apa dan bagaimana menjadi jurnalis yang luar biasa. Tanpa menanggalkan peraturan pers atau UU Pers.

Ada 8 materi pada hari pertama ujian. Materi pemahaman tentang Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, pedoman peliputan terkait pemberitaan anak di bawah umur (PPRA), mencari bahan liputan, menentukan rubrik berita, wawancara doorstop, menulis beita. Alhamdulillah, semua materi dilewati dengan sebaik-baiknya.

Hari Kedua, Ujian Penentu Kelulusan

Materi ujian hari kedua berbeda dengan hari pertama. Jika pengerjaan ujian pada hari pertama menggunakan laptop. Sementara 2 materi terakhir, wawancara tatap muka dan membangun jejaring dilakukan secara konvensional.

Asesor atau penguji meminta peserta melakukan wawancara terhadap narasumber. Saya langsung bertanya pada diri sendiri siapa narasumber yang harus diwawancarai. Demi nilai yang bagus, Saya harus tahu identitas narasumber agar menguasai bahan wawancara. Aduh, ternyata narasumber dipilih dari peserta sendiri. Masing-masing peserta bergiliran menjadi wartawan dan narasumber.

Saya peserta pertama yang ditunjuk penguji sebagai wartawan dan peserta lain sebagai narasumber. Penguji memberikan kebebasan materi apa yang akan ditanyakan. Saya langsung memilih materi pendidikan soal pembelajaran tatap muka (PTM). Peserta lain “berakting” sebagai Kepala Dinas Pendidikan.

Sebagai peserta pertama disaksikan peserta lainnya, Saya tentu nervous. Sempat tidak percaya diri. Bagaimana bisa? Tanyaku. Toh, melakukan wawancara dengan narasumber sudah menjadi rutinitas. Namanya saja grogi karena belum pernah wawancara sesama wartawan. Pada prakteknya, Saya bisa melalui ujian materi satu ini.

Penguji memberikan evaluasi kepada semua peserta saat ujian wawancara tatap muka. “Wawancara masih belum kuat tanpa didukung data presisi. Data presisi sangat penting,” kata Isdiyanto Isman, Kamis (31/3).

Ujian akhir ialah membangun jejaring. Yang mana peserta diminta menghubungi narasumber yang telah peserta daftarkan namanya ke penguji. Pada tahapan ujian ini, bukan kemampuan dan kecerdasan diunggulkan melainkan “keberuntungan”.

Penguji meminta peserta menghubungi 3 narasumber dari 20 nama yang didata. Ketika telepon Kita diangkat narasumber, itu menjadi nilai dimata penguji. Saya maju di hadapan penguji. 3 nama ditunjuk penguji, yakni Ketua DPRD Surabaya, Ketua KPU Surabaya dan Ketua Bawaslu Surabaya. Saya langsung menghubungi mereka satu per satu. Sialnya, ketiga-tiganya tidak merespon panggilanku. Padahal, sehari sebelum ujian sudah Saya ingatkan untuk mengangkat teleponku.

Penguji meminta Saya kembali ke tempat duduk. Kecemasanku mulai memuncak. Apalagi melihat peserta lain tidak ada kendala. Panggilan seluler mereka direspon baik narasumber. Pada momen itu, Saya benar-benar bingung dan cemas. Bagaimana kalau Saya tidak lulus karena ujian terakhir. Sungguh hari yang mengecewakan.

Apa harus Saya mengulang UKW pada kesempatan berikutnya? Cukup ironi bukan. Seseorang berprofesi jurnalis sudah 2 tahun gagal dalam ujian kompetensi wartawan selama 2 hari. Tentu kalian bisa membayangkan dan menemukan jawabannya sendiri.

Tiba-tiba keberuntungan memihak kepadaku. Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono menelpon balik. Langsung saja Saya bawa ke hadapan penguji. “Pak, ini Ketua DPRD Surabaya menghubungi Saya. Bagaimana Pak?”. Pak Isdiyanto Isman bisa menerima itu. Pada akhirnya, Saya mendapat nilai di atas standar.

Pengumuman Kelulusan UKW, Peserta Harap-harap Cemas

Dua hari sudah ujian dilakukan. Kini tiba saatnya peserta mendengarkan dan mengetahui siapa-siapa saja yang dinyatakan belum kompeten. Ketegangan peserta sedikit berkurang setelah menjalani semua materi ujian. Sebelum pengumuman, peserta mengikuti beberapa workshop.

“Selanjutnya, pengumuman kelulusan peserta UKW,” teriak panitia membuat suasana di dalam aula kembali tegang. Peserta khusyuk meluruskan pandangan ke arah podium. Itu termasuk Saya.

Salah seorang asesor, Syamsul Huda dari PWI Jateng sudah berada di podium. Kertas hasil UKW peserta-peserta dibacakan.

Pastinya semua peserta berharap dirinya lulus. Ini tahap terakhir. Satu langkah lagi menginjak garis finis. Angan-angan itu dibubarkan seketika. Duuaaarrrr… Beliau mengumumkan ada 4 peserta dinyatakan belum kompeten. 

“Ada 4 orang dinyatakan belum kompeten. 3 peserta dari kelas muda dan 1 peserta dari kelas madya,” katanya. 

Sontak raut wajah semua peserta waktu itu berubah tegang dan cemas. Situasi kali ini lebih tegang dari sebelum-sebelumnya.

“4 peserta yang dinyatakan tidak kompeten ini karena tidak mengikuti proses uji kompetensi sejak awal,” sebutnya sambil melemparkan senyuman di hadapan peserta.

Yang itu berarti, 35 peserta yang mengikuti proses UKW sejak awal hingga selesai dinyatakan lulus kompetensi. Seketika situasi berubah riuh gembira. Kita pulang berhak menyandang sebagai jurnalis diakui Dewan Pers. Tetapi hal yang perlu diingat tentu komitmen dan konsisten menjalankan kerja-kerja jurnalistik secara profesional untuk tetap menjaga martabat jurnalis.

Untuk rekan-rekan jurnalis yang belum menghadapi uji kompetensi, alangkah baiknya untuk segera mengikuti UKW. Toh, materi UKW seperti pekerjaan kita sehari-hari. Pada UKW ini, akan terlihat apakah dia wartawan sungguhan atau bukan. Adapun jenjang UKW, muda, madya dan utama.

Saya ucapkan terimakasih kepada pengurus PWI Malang Raya karena telah menggelar dan memberikan kesempatan menjalani UKW hingga dinyatakan berkompeten. Terimakasih dan hormat setinggi-tingginya Saya tujukan kepada para asesor atau penguji UKW. Selama menjalani UKW, kami telah menyerap banyak ilmu dan pengalaman baru tentang jurnalistik.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Lukman Hadi
Editor : Lukman Hadi

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya