BONDOWOSO- Penarikan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah tanpa ada persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melalui Peraturan Daerah (Perda) pajak atau retribusi adalah bentuk Pungutan Liar (Pungli).
Hal itu disampaikan A. Mansur, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bondowoso, sebagai respon adanya kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah, Sabtu (2/1/2021).
Lebih lanjut, A Mansur menegaskan, apapun alasannya penarikan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah tanpa ada persetujuan dari DPRD melalui Perda, baik pajak atau retribusi, itu namanya Pungutan Liar (Pungli).
Mansur mengingatkan, konon katanya dengan jargon "Tanpa Korupsi, Tanpa Pungli, Tanpa Jual Beli Jabatan", namun prakteknya di lapangan adanya penarikan kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah itu terkesan indikasi Pungli.
"Perlu diingat ia, setiap pendapatan yang dikelola pemerintah yang dihasilkan harus masuk pendapatan daerah, jadi harus dilaporkan menjadi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), itu bagian pendapatan sudah tahu aturannya," ujarnya.
A Mansur mengatakan, setiap pendapatan, apalagi mau dipergunakan untuk kepentingan umum harus dipertanggung jawabkan.
"Pemasangan kotak amal di kantor-kantor OPD, Pemda, Kecamatan ini kan pas sama halnya pemerintah punya program, tapi uangnya dimintakan ke masyarakat, padahal setiap Kegiatan sudah ada di ÀPBD" terangnya.
Anggota DPRD dari Fakri PKB ini menyarankan, Bupati yang merupakan Pemerintah Daerah (Pemda) itu punya Kabag Hukum, Kepala Bappeda, Sekda. Seharusnya sebelum program itu diluncurkan harus dikaji terlebih dahulu.
Dia menuturkan, kalau model program ini diketahui kabupaten lain, jelas akan ditertawakan.
"Pertanyaannya, uang yang dibuat kotak itu dari mana?. Bisa dikalikan kalau satu kotak harganya 500 ribu sekian itu sudah berapa yang digunakan. Kalau usul saya biar tidak terjadi hal-hal yang kurang baik, kotaknya ditarik dulu, kalau sudah punya dasar yang kuat silahkan," ujarnya.
Ketua MPC Pemuda Pancasila Bondowoso ini mengutarakan, sejak reformasi, bahkan mungkin pada masa Orde Baru, baru sekarang ini Pemerintah Daerah menginstruksikan untuk mengisi kotak amal seikhlasnya.
"Kita ini saling mengingatkan, bahwa itu ilegal semestinya numpang pada Perda baznas," tuturnya.
Katanya, bukankah kewajiban pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya melalui APBD, tanpa menghimpun dana sedekah atau kotak amal.
"Kalau bicara Dewan Riset Daerah (DRD) mereka sudah banyak pengalaman dan paham hukum. Pikiran nakal saya, saat ini mereka tidak diajak rembuk," tutupnya.
Telah diberitakan sebelumnya, Gerakan Tape Manis (Tanggap dan Peduli Masyarakat Miskin) menyebarkan kotak amal bertuliskan Gerakan Bondowoso Bersedekah yang dipasang dan diletakkan di sejumlah kantor-kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan kantor Pemerintah Daerah (Pemda) Bondowoso, Jawa Timur.
Kotak amal itu diduga sengaja dipasang dan diletakkan oleh Tape Manis Bondowoso untuk menghimpun sedekah dari Aparatur Sipil Negara (ASN) di kantor OPD, Pemda Bondowoso, dan di beberapa kantor Kecamatan, yang rencananya akan digunakan untuk membantu orang miskin yang kesulitan dana berobat dan pendidikan.
Adanya kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah itu dibenarkan oleh Irwan Bachtiar Rahmat, Wakil Bupati Bondowoso saat menghadiri acara Pemusnahan Barang Bukti (BB) hasil Operasi (OPS) cipta kondisi tahun 2020 di Polres Bondowoso, Rabu (30/12/2020).
Lebih lanjut, Irwan Bachtiar memengatakan, Bondowoso Bersedekah itu sebenarnya untuk memecahkan permasalahan yang selama ini terjadi di Bondowoso.
"Banyak warga miskin kita ,masyarakat miskin Bondowoso yang ada permasalahan di bidang kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Sedangkan anggaran dana di kita kan terbatas," ujarnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Bahrullah |
Editor | : |
Komentar & Reaksi