SUARA INDONESIA SURABAYA

Perda 5 Tahun 2020 Mengatur Pembinaan Toko Klontong, Lakpesdam NU Bondowoso Anggap Itu Hanya Omong Kosong

Bahrullah - 24 February 2021 | 07:02 - Dibaca 2.14k kali
Peristiwa Daerah Perda 5 Tahun 2020 Mengatur Pembinaan Toko Klontong, Lakpesdam NU Bondowoso Anggap Itu Hanya Omong Kosong
Miftahul Huda, Ketua Lakpesdam NU Bondowoso (Foto Dokumen Instagram)

BONDOWOSO - Terbitnya Perda 5 tahun 2020, sampai saat ini tetap menjadi sorotan publik. Berbagai kalangan terus melakukan kritik atas lahirnya Perda yang disahkan pada bulan juli 2020 lalu tersebut.

Lahirnya Perda produk eksekutif dan legislatif itu dinilai dibuat secara diam-diam, miskin keberpihakan, merugikan kepada pasar tradisional atau toko-toko kecil, membuka lebar pengusaha besar yang memiliki toko modern berjejaring, dan bahkan ada yang menilai perda itu lahir dari perselingkuhan.

Miftahul Huda, Ketua Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama atau Lakpesdam NU Bondowoso, menganggap pembinaan kepada toko kelontong yang berdekatan dengan toko swalayan seperti yang diatur di dalam Perda nomor 5 tahun 2020 itu hanya omong kosong.

Miftah menegaskan pembinaan sebagaimana isi dalam Perda itu hanya apologi belaka untuk mempengaruhi simpati publik. Terbukti pembinaan tersebut hingga kini tak pernah dilakukan.

"Pembinaan itu hanya apologi dan hanya akal-akan saja. Demikian pula dengan kontrak kerjasama memasukkan 20% produk lokal UMKM," katanya, Selasa (23/2/2020).

Lebih lanjut, Miftah menegaskan, tidak mungkin produk UMKM masuk rak toko swalayan sampai 20%. Sebab, produk UMKM harus melewati prosedur perusahaan yang ketat.

Apalagi, menurut Miftah, masih ditambah dengan sulitnya pengurusan legalitas secara administratif.

"Memasukkan barang-barang produk lokal itu dari faktanya sulit sekali tidak, segampang yang diucapkan anggota DPRD itu," ujarnya.

Miftah menuturkan, Perda Nomor 5 Tahun 2020 ini tidak ada pembelaan sama sekali terhadap toko-toko kelontong milik masyarakat kecil.

"Menurut saya, Perda No 5 ini sudah mengarah kepada liberalisasi ekonomi. Karena setelah saya membaca Perda No 3 Tahun 2012 semangat untuk melindungi toko-toko milik masyarakat kecil masih nampak. Sedangkan pada Perda No 5 Tahun 2020 ini tidak nampak. Justru memberi pintu sebebas-bebasnya pada korporasi untuk melebarkan jaringan usahanya," terangnya.

Mantan Ketua PC GP Ansor itu tidak menampik jika kehadiran investor menjadi kebutuhan pada situasi saat ini. Namun, hadirnya Perda No 5 Tahun 2020 dianggap lebih banyak berpihak pada kepentingan korporasi dibanding hajat hidup masyarakat kecil yang memiliki toko klontong.

Menurut Miftah, pengusaha yang bermodal besar berskala nasional, bahkan internasional dengan adanya Perda 5 Tahun 2020 ini malah bisa masuk dan membuat jaringan ekonomi sebanyak banyaknya tanpa melihat dampak terhadap keberlangsungan toko-koko kecil milik masyarakat Bondowoso.

Miftah menuturkan, bagi pasar tradisional memang dampaknya tidak begitu terasa, namun bagi toko kelontong yang berada tak jauh dari pasar sangat berpengaruh.

"Jika konsep pasar bebas dalam pembangunan ekonomi seperti terus dilakukan oleh Pemkab Bondowoso, maka akan menggilas para pengusaha kecil. sehingga pihak yang miskin akan terinjak-injak oleh yang kaya," tuturnya.

Miftah menambahkan, terkait dengan wacana yang berkembang tentang penerapan Perda 3 Tahun 2020 atau Perda sebelumnya, toko swalayan yang melanggar dari jarak 1000 meter itu tidak ditindak. Ia menilai itu murni terjadi bukan kesalahan Perdanya. Namun, mengapa aparat terkait pada waktu tidak mau melakukan penegakan dan tindakan pada pasar modern berjejaring yang melakukan pelanggaran Perda.

"Jika ada toko modern berjejaring melanggar saat Perda 3 Tahun 2020 itu berlaku, yang salah itu bukan Perdanya, tapi yang salah itu yang melaksanakan Perdanya, karena jelas melanggar Perda tapi tidak ditindak," cetusnya.

Menurutnya, penerapan Perda lama itu soal lain, namun yang terperting hari ini publik harus fokus pada Perda 5 Tahun 2020 yang baru disahkan.

"Ketika perda ini sudah disahkan, maka ini menjadi hukum yang harus diterapkan sekaligus dilaksanakan, tentu dalam hal ini yang mengawal Perda itu Pemkab Bondowoso, ada Satpol PP dan Inspektorat sebagai kuasa hukuk yang bisa mebegakan Perda ini," tambahnya.

Dia menegaskan, jaka penerapan Perda itu yang dulu lemah, bukan Perdanya kemudian yang salah, tapi penegak Perdanya yang salah.

Diberitakan sebelumnya, telah disahkan Peraturan Daerah No 5 Tahun 2020 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Toko Swalayan dan Pusat Perbelanjaan.

Secara garis besar, Perda ini merubah tata letak jarak swalayan atau toko-toko medern dengan pusat perbelanjaan pasar tradisional yang sebelumnya diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2012 berjarak 1000 meter. Namun, pada Perda yang baru jarak tersebut dipangkas 950 meter atau dirubah hanya menjadi 50 meter. Selain itu, juga tidak diatur antar jarak sesama toko modern seperti Perda sebelumnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Bahrullah
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya